Penyalahgunaan Napza
NAPZA adalah (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) adalah bahan/zat/obat yang apabila masuk kedalam tubuh manusia bisa mempengaruhi tubuh terutama pada otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.
Penyalahgunaan NAPZA adalah suatu penyimpangan perilaku yang disebabkan oleh pengguna yang terus-menerus sampai terjadi masalah. Pengguna NAPZA dapat mengalami kondisi lanjut yaitu: ketergantungan napza yang merupakan suatu kondisi yang cukup berat dan parah sehingga mengalami sakit yang cukup berat ditandai dengan ketergantungan fisik (sindrom putus zat dan toleransi).
jenis-jenis NAPZA meliputi :
- Heroin : serbuk putih seperti tepung yang bersifat opioid atau menekan nyeri dan juga depressan
- Kokain : diolah dari pohon Coca yang punya sifat
- Putau : golongan heroin
- Ganja : berisi zat kimia delta-9-tetra hidrokanbinol, berasal dari daun Cannabis yang dikeringkan, konsumsi dengan cara dihisap seperti rokok tetapi menggunakan hidung.
- Shabu-shabu : kristal yang berisi methamphetamine, dikonsumsi dengan menggunakan alat khusus yang disebut Bong kemudian
- Ekstasi : methylendioxy methamphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul, mampu meningkatkan ketahanan seseorang (disalahgunakan untuk aktivitas hiburan di malam hari).
- Diazepam, Nipam, Megadon : obat yang jika dikonsumsi secara berlebih menimbulkan efek halusinogenik.
- Alkohol : minuman yang berisi produk fermentasi menghasilkan atanol, dengan kadar diatas 40% mampu menyebabkan depresi susunan saraf pusat, dalam kadar tinggi bisa memicu Sirosis hepatic, hepatitis alkoholik maupun gangguan system persyarafan.
NAPZA terbagi menjadi tiga jenis dan terbagi menjadi beberapa kelompok:
1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semisintetis. Zat ini dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga memiliki daya toleren (penyesuaian dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi. Ketiga sifat narkotika inilah yang menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat lepas dari “cengkraman”nya.
Berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009, jenis narkotika dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III.
a. Narkotika Golongan I
Narkotika yang berbahaya, zat adiktifnya sangat tinggi, dan tidak untuk digunakan dengan kepentingan apapun kecuali untuk ilmu pengetahuan dan penelitian. Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain.
b. Narkotika Golongan II
Narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, memiliki manfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-lain.
c. Narkotika Golongan III
Narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah kodein.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintetis, bukan yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika).
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut :
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui manfaat untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya. Contohnya adalah MDMA, ekstasi, LSD, dan STP.
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah amfetamin, metamfetamin, dan metakualon.
c. Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, flunitrazepam).
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam, bromazepam, fenobarbital, klonozepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil KB, pil Koplo, Rohip, Dum, MG)
3. Bahan adiktif lainnya
Golongan adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya: rokok, kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan dan thinner dan zat-zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang bila dihisap, dihirup, dan dicium dapat memabukkan. Jadi alkohol, rokok, serta zat-zat lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan juga tertolong NAPZA.
Tanda dan Gejala:
A. Tingkah laku pasien pengguna zat sedatif hipnotik
- Menurunnya sifat menahan diri
- Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
- Bicara cadel, bertele-tele
- Sering datang ke dokter untuk minta resep
- Kurang perhatian
- Sangat gembira, berdiam, (depresi), dan kadang bersikap bermusuhan
- Gangguan dalam daya pertimbangan
- Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma dan dapat menimbulkan kematian
- Meningkatnya rasa percaya diri
B. Tingkah laku pasien pengguna ganja
- Kontrol diri menurun bahkan hilang
- Menurunnya motivasi perubahan diri
- Ephoria ringan
C. Tingkah laku pasien pengguna alkohol
- Sikap bermusuhan
- Kadang bersikap murung, berdiam
- Kontrol diri menurun
- Suara keras, bicara cadel, dan kacau
- Agresi
- Minum alkohol pagi hari atau tidak kenal waktu
- Partisipasi di lingkungan social kurang
- Daya pertimbangan menurun
- Koordinasi motorik terganggu,akibat cenerung mendapat kecelakaa
- Dalam keadaan over dosis, kesadaran menurun bahkan sampai
D. Tingkah laku pasien pengguna opioda
- Terkantuk-kantuk
- Bicara cadel
- Koordinasi motorik terganggu
- Acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian
- Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
- Kontrol diri kurang
E. Tingkah laku pasien pengguna kokain
- Hiperaktif
- Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
- Iritabilitas
- Halusinasi dan waham
- Kewaspadaan yang berlebih
- Sangat tegang
- Gelisah insomnia
- Tampak membesar-besarkan sesuatu
- Dalam keadan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid
F. Tingkah laku pasien pengguna halusinogen
- Tingkah laku tidak dapat diramalkan
- Tingkah laku merusak diri sendiri
- Halusinasi, ilusi
- Distorsi (gangguan dalam penilaian, waktu dan jarak)
- Sikap merasa diri benar
- Kewaspadaan meningkat
- Depersonalisasi
- Pengalaman yang gaib/ajaib.
- Akibat bahan campuran/pelarut: bahaya yang mungkin tmbul antara lain infeksi, emboli.
- Akibat cara pakai atau alat yang tidak Akan terjadi infeksi, berjangkitnya AIDS atau hepatitis.
- Akibat pertolongan yang keliru misalnya dalam keadaan tidak sadar diberi minum.
- Akibat tidak langsung misalnya terjadi stroke pada pemakaian alkohol atau malnutrisi karena gangguan absorbsi pada pemakaian alkohol.
- Akibat cara hidup pasien: terjadi kurang gizi, penyakit kulit, kerusakan gigi dan penyakit kelamin.
G. Terhadap kehidupan mental emosional
Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan perubahan kehidupan mental emosional yang bermanifestasi pada gangguan perilaku tidak wajar. Pemakaian ganja yang berat dan lama menimbulkan sindrom amotivasional. Putus obat golongan amfetamin dapat menimbulkan depresi sampai bunuh diri.
H. Terhadap kehidupan sosial
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat akan mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja atau sekolah. Pada umumnya prestasi akan menurun, lalu dipecat/dikeluarkan yang berakibat makin kuatnya dorongan untuk menyalahgunakan obat.
Dalam posisi demikian hubungan anggota keluarga dan kawan dekat pada umumnya terganggu. Pemakaian yang lama akan menimbulkan toleransi, kebutuhan akan zat bertambah. Akibat selanjutnya akan memungkinkan terjadinya tindak kriminal, keretakan rumah tangga sampai perceraian. Semua pelanggaran baik norma sosial maupun hukumnya terjadi karena kebutuhan akan zat yang mendesak dan pada keadaan intoksikasi yang bersangkutan bersifat agresif dan impulsif.
Terapi dan Rehabilitasi
a. Terapi
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoktifikasi. Detoktifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu :
- Detoktifikasi Tanpa Substitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang mengalami gejala putus zat tidak diberiobat untuk menghilangkan gejala putus zat tesebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
- Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusikan dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substansi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yan ditimbulkan akibat putus zat tersebut (Purba, 2008).
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi para antan penyalahgunaan NAPZA kembali sehat dalam arti sehat fisik, psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan mereka akan mampu kembali berfugsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari.
Menurut Hawari (2008) jenis-jenis rehabilitasi antara lain :
- Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan penyalahgunan NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk dalam program rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi fisik yang lemah, tidak cukup diberikan gizi makanan yang bernilai tinggi, tetapi juga kegiatan olahraga yang teratur disesuaikan dengan kemampuan masing-masing yang bersangkutan
- Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi yang semula bersikap dan bertindak antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan sesama rekannyamaupun personil yang membimbing atau mengasuhnya Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai “rehabilitasi” keluarga terutama bagi keluarga-keluarga broken home. Konsultasi keluarga ini penting dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang terlibat penyalahgunaan NAPZA, bgaimana cara menyikapi bila kelak ia telah kembali ke rumah dan upaya pencegahan agar tidak kambuh
- Rehabilitasi Psikososial
Rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan sosialnya, yaitu dirumah, disekolah/kampus dan ditempat kerja. Program ini merupakan persiapan untuk krmbali ke masyarakat. Leh karena itu, mereka perlu dibekali dengan pendidikan dan ketrampilan misalnya berbagai kursus ataupun balai latihan kerja yang dapat diadakan di pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila mereka telah selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali ke sekolah/kuliah ata bekerja.
- Rehabilitasi Psikoreligus
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting. Unsur agama dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahgunaan NAPZA mempunyai arti penting dalam mencapai penyembuhan. Unsur agama yang mereka terima akan memulihkan dan memperkuat rasa percaya diri, harapan dan keimanan. Pendalaman, penghayatan dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini akan meumbuhkan kekuatan kerohanian pada diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA.
- Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca rehabilitasi) yaitu program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh mantan penyalahgunaan NAPZA (yang telah selesai menjlani tahapan rehabilitasi) dan keluarganya. Tujuan yang hendak dicapai dalam forum silaturahmi ini adalah untuk memantapkan terwujudnya rumah tangga/keluarga sakinah yaitu keluarga yangharmonis dan religius, sehingga dapat memperkecil kekambuhan penyalahan NAPZA.
- Program Terminal
Pengalaman menunjukan baha banyak dari mereka sesudah menjalani program rehabilitasi dan kemudian mengikui forum silatuhrami, mengalami kebingungan untuk program selanjutya. Khusunya bagi pelajar dan mahasiswa yang karena keterlibatannya pada penyalahgunaa NAPZA di masa lalu terpaksa putus sekolah menjadi pengangguran; perlu menjalani program khusus yang dinamakan program terminal (re-entry program),yaitu program persiapan untuk kembali melanjutkan sekolah/kuliah atau bekerja.
Daftar Pustaka
Alatas, H., 2010. Penanggulangan Korban Narkoba. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Asmandi. 2008. Teknik Prosedral Keperawatan: Konsep dan Aplikasi
Asmandi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakart: EGC
Bulecheck, dkk. 2016. Nursing Interventions Classifikation (NIC). Edisi 6.
Yogyakarta: Mocomedia
Hawari, D. 2002. Penyalahgunaan & Ketergantungan NAPZA. Jakarta: FK. UI
Kusumawati, F. dan Hartono Y. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Lazarus RS, S Folkman. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York: McCiraw.
Lestari, RAT. (2018). Mekanisme Koping Keluarga dengan Anggota Keluarga Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Ponorogo: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Listyawati, Reni. (2017). Gambaran Penggunaan Mekanisme Koping Mahasiswa Dalam Menghadapi Tugas Akhir di Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Ponorogo: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Masjid, A. 2007. Bahaya Penyalahgunaan Narkoba. Semarang: PT Bengawan Ilmu
NANDA Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017, edisi 10. Jakarta: EGC
Nasir dan Abdul Muhith. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medik
Notoatmojo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi.
Jakarta: Rhineka Cipta
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitan Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Partodiharjo, S., 2008. Kenali NARKOBA dan Musuhi Penyalahgunaannya.
Jakarta : Penerbit Erlangga
Prabowo, E., 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rahmadika, K. (2018). Penyalahgunaan Narkoba Pada Warga Binaan Di Rutan Kelas 1A Surakarta. Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Setyaningsih, D. (2012). Mekanisme Koping Remaja Dalam Menghadapi Sindrom Premenstruasi Di SMA N 1 Sokaraja. Purwokerto. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto